Sunday, June 27, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG

Pengkajian

1. Biodata Pasien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, alamat, dan nomor register.

2. Biodata Penaggung Jawab : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat.

3. Riwayat Kesahatan Pasien :
• Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat Kesehatan Sekarang
• Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Kebiasaan Sehari-hari :
• Makan dan Minum
• Eliminasi : BAK dan BAB
• Personal Hygiene
• Aktivitas
5. Pemeriksaan Fisik / Head To Toe

Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
• Anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil :
• Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
• Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
• Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
• Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
• Observasi pengeluaran feses per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
• Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
• Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
2. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
• Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil :
• Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
• Turgor kulit pasien lembab
• Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi :
• Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
• Ukur berat badan anak tiap hari
• Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
• Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil :
• Turgor kulit lembab.
• Keseimbangan cairan.
Intervensi :
• Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
• Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
• Observasi adanya peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan :
• Pengetahuan pasien tentang penyakitnya menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
• Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat dan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi :
• Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang dialami pasien
• Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
• Kaji latar belakang keluarga
• Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
• Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien
• Menggunakan liflet atau gambar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani, 2001: 60 ).
Daftar Pustaka
1. A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
2. Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
3. Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
4. Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
5. Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
6. Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
7. Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakarta.
9. Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : EGC
10. Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
11. Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
12. Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC

Tuesday, June 15, 2010

IMPAKSI SERUMEN

LAPORAN PENDAHULUAN
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).
Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambyt atau benda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.







BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Mansjoer, Arif :1999)
Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga. Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak di sepertiga luar liang telinga. Alih-alih "sampah", serumen memiliki tugas cukup penting. Di antaranya, menangkap debu, mikroorganisme, dan mencegahnya masuk ke struktur telinga yang lebih dalam.Selain itu juga akan menonaktifkan kuman/bakteri, menjaga kelembaban liang telinga,hingga menangkap serangga yang terperangkap masuk ke lubang telinga.Beragam fungsi tersebut dimungkinkan karena kekhasan sifatnya yang lengket,kental serta berbau yang khas.
Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambyt atau benda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.
Sejatinya, tanpa dikorek pun, tubuh punya mekanisme untuk mengeluarkan substansi tersebut secara otomatis. Karena itu, sering terjadi kotoran tiba-tiba jatuh dari liang telinga. Kotoran tersebut akan terdorong ke luar, terutama ketika kita membuka rahang lebar-lebar atau tidur miring, Tapi, ada kalanya serumen tak mau keluar dan betah bersarang di liang telinga, terutama bila produksinya berlebih. Bila itu terjadi, serumen terpaksa harus dikeluarkan secara manual supaya tidak mengganggu pendengaran.



2. Etiologi
Adanya impaksi serumen dan benda asing diliang telinga, secara umum terdapat beberapa faktor predisposisi, antara lain: dermatitis kronik pada telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen terlalu banyak dan kental, benda asing diliang telinga, terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).

3. Patofisiologi
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi. Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan.

4. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis yang sering dirasakan oleh penderita impaksi serumen adalah :
 Penumpukan serumen.
 Gatal, rasa nyeri, dan rasa penuh ditelinga.
 Gangguan pendengaran (ditemukan dengan pemeriksan ketajaman pendengaran)
 Telinga berdengung (tinitus)
 Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)





5. Penatalaksanaan
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain:
 Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit).
 Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
 Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
 Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.

6. Pemeriksaan Penunjang
a) CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
b) Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi inf.
c) Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normal beberapa bulan setelah resolusi klinik
d) MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
e) Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik
f) Ketajaman Auditorius.
 Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
 Bisikan kata atau detakan jam tangan.
 Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
 Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
g) Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.
h) Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan impaksi serumen yaitu :
 Integritas Ego
o Gejala :
o Tanda : jarang bergaul
 Neurosensori
o Gejala : Kesulitan mendengar, penurunan kemampuan
pendengaran
o Tanda : Gangguan lingkup perhatian Disorientasi Letargi/pingsan
 Nyeri/Kenyamanan
o Gejala : Nyeri pada daerah telinga tengah.
o Tanda : Wajah meringis
 Keamanan
o Gejala : riwayat infeksi
o Tanda : Demam derajat rendah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding liang telinga
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan transmisi bunyi
c. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi


3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding liang telinga
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri pasien berkurang dan pasien tampak rileks.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
2. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
R : Untuk meningkatkan relaksasi.
3. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
R : Dapat mengurangi rasa nyeri pasien
4. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti nafas dalam, distraksi.
R : Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri

5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (analgesik).
R : Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan relaksasi mental dan fisik.

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan transmisi bunyi
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Gangguan persepsi sensori berkurang/hilang.
Intervensi Keperawatan :
1. Memandang ketika sedang berbicara
R : Menunjukkan perhatian dan penghargaan
2. Kaji ketajaman pendengaran pasien
R : Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan intervensi
3. Menggunakan tanda – tanda nonverbal (mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh) dan bentuk komunikasi lainnya.
R : Membantu klien untuk mempersepsikan informasi
4. Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien
R : Untuk menghindari perasaan terisolasi pasien
5. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program teraphy
R : Mematuhi program therapy akan mempercepat proses penyembuhan

c. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan gangguan harga diri pasien teratasi
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan derajat ketidakmampuannya
R : Penentuan faktor-faktor secara individual membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan/intervensi
2. Dorong klien untuk mengeksplorasi perasaan tentang kritikan orang lain.
R : Mungkin memiliki perasaan tidak realistik saat dikritik dan perlu mempelajari bagaimana menerapkan kriktik konstruktif untuk pertumbuhan pribadi bukan merusak diri sendiri.
3. Identifikasi arti dari kehilangan/disfungsi/perubahan pada pasien
R : Kadang-kadang pasien menerima dan mengatasi gangguan fungsi secara efektif dengan sedikit penanganan, dilain pihak ada juga orang yang mengalami kesulitan dalam menerima dan mengatasi kekurangannya
4. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah
R : Mendemonstrasikan penerimaan/membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan ini.





BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
1. Data Umum
 Identitas Klien
Nama : Ny. X
Tempat/Tanggal Lahir : Kendari, 2 mei 1986
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Tolaki
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jl. Stikbad No. 09
Diagnosa medis : Impaksi Serumen
Tanggal masuk RS : 31 mei 2010
Ruangan : Stikbad

 Penanggung Jawab
Nama : Tn. Y
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Dosen
Hubungan dengan klien : Rekan Kerja
Alamat : Jl. Stikbad No. 10

2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
 Keluhan Utama : Klien datang ke rumah sakit bersama suaminya dengan
keluhan nyeri dan berdengung pada telinganya.
 Alasan Masuk RS : Karena klien merasa nyeri dan telinga klien terus
berdengung.
 Riwayat Penyakit
• Provocative : kebiasaan mengkorek telinga
• Quality : intermitten
• Region : telinga tengah
• Severity : 6/10 (sedang)
• Timing : pada saat mendegar suara yang ribut.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
 Penyakit yang pernah dialami
Saat kecil/anak-anak : Klien pernah mengalami penyakit tidak terlalu serius
seperti diare dan influenza.
 Riwayat Alergi : Klien tidak mengalami alergi makanan.
 Riwayat Imunisasi : Klien mengatakan lupa.
 Riwayat Pembedahan : Klien tidak pernah mengalami operasi.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Genogram :









KET
= pasien / klien
= laki-laki
= perempuan
X = meninggal
? = umur tidak diketahui
= tinggal serumah
Klien berusia 23 tahun tinggal bersama kedua orang tuanya dan dua orang saudaranya. Kakek dan nenek klien dari ibunya sudah meninggal dengan sebab tidak diketahui, sedangkan nenek dari ayah klien berusia 70 tahun.

5. Riwayat Psiko-Sosio-Spiritual
 Psikososial
1. Pola Koping
Klien tidak menerima dapat menerima penyakitnya yang dideritanya.
2. Harapan klien tentang penyakitnya
Klien berharap agar penyakitnya cepat sembuh sehingga dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasanya.
3. Konsep diri
Klien merasa malu atas penyakitnya.
4. Pengetahuan klien tentang penyakitnya
Klien sedikit mengetahui tentang penyakitnya.
5. Adaptasi
Klien merasa kurang beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit.







 Sosial
1. Hubungan dengan anggota keluarga
Hubungan dengan keluarga cukup baik, terlihat dari keakraban sewaktu klien di rumah sakit.
2. Hubungan dengan masyarakat
Hubungannya cukup baik terlihat dari antusias warga masyarakat dan rekan-rekan sewaktu menjenguk.
3. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara
Klien kurang dapat memperhatikan isi pembicaraan.
4. Aktivitas sosial
Klien kurang aktif dalam kegiatan di lingkungan tempat tinggal.
5. Bahasa yang digunakan
Sehari-hari klien menggunakan bahasa Tolaki.
6. Keadaan lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien bersih dan nyaman.

 Spiritual
1. Kegiataan keagamaan/pola ibadah
Klien cukup rajin melaksanakan ibadah.
2. Keyakinan akan kesehatan
Klien merasa yakin akan segera sembuh dari penyakitnya.

6. Kebutuhan Dasar/Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Makan
Sebelum sakit : Makan 3 kali sehari. Nasi, ikan, sayur 1 piring/ makan. Kesulitan
tidak ada. Minum 2000-2500 cc/hari, jenis air putih, teh
Setelah MRS : Tidak ada perubahan

2. Minum
Sebelum MRS : Minum 2000-2500 cc/ hari, jenis air putih, teh
Setelah MRS : Tidak ada perubahan
3. Tidur
Sebelum MRS : Jarang tidur siang. Tidur malam 6-7 jam.
Setelah MRS : Tidak ada perubahan

4. Eliminasi BAB
Sebelum MRS : Frekuensi 1-2 hari. Warna kuning, konsistensi lunak, kesulitan
tidak ada.
Setelah MRS : Tidak ada perubahan.

5. Eliminasi Urin/BAK
Sebelum MRS : Volume tidak teridentifikasi, warna kuning jernih.
Setelah MRS : Tidak ada perubahan

7. Pemeriksaan Fisik

Hari/ Tanggal : senin/31 Mei 2010 Jam 09.00 WITA

1. Keadaan Umum
Kehilangan BB : Pada saat MRS BB klien 70 Kg setelah di rawat BB klien
tidak ada perubahan.
Vital sign :
TD : 100/80 mmHg
N : 68 X/menit
S : 37,5 oC
P : 18 X/menit
Tingkat kesadaran : Gelisah

2. Pengkajian Persistem
• Kepala dan rambut
Simetris kanan dan kiri, rambut pendek dan ikal.

• Wajah
Simetris, tidak ada ikterik.
• Hidung
Simetris, fungsi penciuman baik, perdarahan (tidak ada), peradangan (tidak ada), polip (tidak ada).
• Telinga
Bentuk simetris kiri dan kanan, tampak ada penumpukan serumen, pendengaran terganggu, dan ada nyeri, serta fungsi pendengaran menurun.
• Kuku
Tampak bersih
• Mulut dan gigi
Bentuknya simetris, warna tidak ikterik, gigi dalam susunan normal dan rapi.
• Leher
Tidak ada distensi pada vena jugularis, leher dapat digerakan dengan bebas dan tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar tiroid.
• Dada
Gerakan dada simetris kiri dan kanan.
• Abdomen
Simetris kiri dan kanan dan tidak ada nyeri tekan
• Kulit
Kuning langsat, Lembab dan tidak ada sianosis

8. Klasifikasi Data
 Data Subjektif
o Klien mengatakan nyeri pada telinganya
o Klien mengatakan kurang mendengar suara orang lain ketika berbicara
o Klien mengatakan malu akan penyakitnya
 Data Objektif
o Wajah klien tampak meringis.
o Klien tampak bingung ketika diajak berbicara,
o Klien tampak jarang bergaul
Vital sign :
TD : 100/80 mmHg
N : 68 X/menit
S : 37,5 oC
P : 18 X/menit
Tingkat kesadaran : Gelisah

9. Prioritas Data
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding liang telinga
DS : Klien mengatakan nyeri pada telinganya
DO : Wajah klien tampak meringis
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan transmisi bunyi
DS : Klien mengatakan kurang mendengar suara orang lain ketika berbicara
DO : Klien tampak selalu memegang telinganya
c. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi
DS : Klien mengatakan malu akan penyakitnya
DO : Klien tampak bingung karena kurang mendengar pembicaraan

11. Analisis Data
DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
DS : Klien mengatakan nyeri pada telinganya
DO : Wajah klien tampak meringis
nyeri
DS : Klien mengatakan kurang mendengar suara orang lain ketika berbicara
DO : Klien tampak bingung ketika diajak berbicara

Gangguan persepsi sensori
DS : Klien mengatakan malu akan penyakitnya
DO : Klien tampak jarang bergaul
Gangguan konsep diri (HDR)


II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding liang telinga
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan transmisi bunyi
c. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi

III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama klien : Ny. X
Ruangan : Stikbad
Tanggal MRS : 31 Mei 2010
NO Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1


















Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding liang telinga
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri pasien berkurang dan pasien tampak rileks.
1. Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas.



2. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
3. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
4. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti napas dalam, distraksi.
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (analgetik) 1. Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
2. Untuk meningkatkan relaksasi.
3. Dapat mengurangi relaksasi
4. Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri

5. Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan relaksasi mental da fisik

2 Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan transmisi bunyi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Gangguan persepsi sensori berkurang/hilang. 1. Memandang ketika sedang bicara.

2. Kaji ketajaman pendengaran pasien.






3. Menggunakan tanda-tanda nonverbal (mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh) dan bentuk komunikasi lainnya.
4. Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien.
5. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program teraphy. 1. Menunjukkan perhatian dan penghargaan
2. Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan intervensi.
3. Membantu klien untuk mempersepsikan informasi




4. Untuk menghindari perasaan terisolasi pasien.
5. Mematuhi program therapy akan mempercepat proses penyembuhan.
3 Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan gangguan harga diri pasien teratasi
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan derajat ketidakmampuannya.



2. Dorong klien untuk mengeksplorasi perasaan tentang kritikan orang lain.











3. Identifikasi arti kehilangan/disfungsi/perubahan pada pasien.










4. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah. 1. Penentuan factor-faktor secara individual membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan/intervesi.
2. Mungkin memiliki perasaan tidak realistik saat dikritik dan perlu mempelajari bagaimana menerapkan kritik konstruktif untuk pertumbuhan pribadi bukan merusak diri sendiri.
3. Kadang-kadang pasien menerima dan mengatasi gangguan fungsi secara efektif dengan sedikit penanganan, dilain pihak ada juga yang mengalami kesulitan dalam menerima dan mengatasi kekurangannya.
4. Mendemonstrasikan penerimaan/membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan ini.




IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama klien : Ny. X
Ruangan : Stikbad
Tanggal MRS : 31 Mei 2010
No Tanggal/Jam Dx Implementasi Evaluasi
1 31 Mei 2010
09.30


09.40


09.50


10.00



10.15 1
1. mengkaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas.
Hasil : nyeri pada daerah telinga, dengan skala 7/10.
2. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
Hasil : Klien merasa nyaman saat tidur.
3. meningkatkan periode tidur tanpa gangguan
Hasil : klien tidur dalam periode yang lama.
4. mendorong penggunaan teknik manajemen nyeri, seperti napas dalam, distraksi.
Hasil : klien dapat mengatur nyeri
5. Kolaborasi : memberikan obat sesuai indikasi (analgetik)
Hasil : Klien mengikuti intruksi yang diberikan.

S : Klien mengatakan tidak nyeri lagi pada telinganya.
O : wajah klien tidak meringis lagi
A: Masalah teratasi
P : -
2 1 Juni 2010
08.00

08.05


08.15



08.25



08.35 2
1. Memandang ketika sedang bicara.
Hasil : Klien merasa dihargai
2. mengkaji ketajaman pendengaran pasien.
Hasil : klien mengalami penurunan pendengaran.
3. Menggunakan tanda-tanda nonverbal (mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh) dan bentuk komunikasi lainnya.
Hasil : klien mengerti dengan isyarat yang diberikan.
4. menganjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien.
Hasil : keluarga mengikuti anjuran yang diberikan.
5. menganjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program teraphy.
Hasil : klien mengikuti anjuran yang diberikan.
S : Klien mengatakan kurang mendengar suara orang lain ketika berbicara
O : Klien tampak tidak lagi bingung ketika diajak berbicara
A : Masalah teratasi
P : --
3 2 Juni 2010
08.00


08.10



08.25



08.35



3
1. Mengkaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan derajat ketidakmampuannya.
Hasil : klien mengalami penurunan pendengaran.
2. mendorong klien untuk mengeksplorasi perasaan tentang kritikan orang lain.
Hasil : klien mengikuti instruksi yang diberikan.
3. menidentifikasi arti kehilangan/disfungsi/perubahan pada pasien.
Hasil : klien tidak mengalami kehilangan akibat dari penurunan fungsi pendengaran.
4. menganjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
Hasil : klien mengikuti anjuran yang diberikan.
S : Klien mengatakan malu akan penyakitnya
O : Klien tampak jarang bergaul
A : Masalah teratasi
P : --

Sunday, June 6, 2010

PRE-EKLAMSIA
1. KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema. Dimana tekanan darah meningkat selama masa kehamilan. Bila tekanan darah meningkat, tubuh menahan air, dan protein bisa ditemukan dalam urin. Hal seperti ini juga disebut sebagai toxemia atau pregnancy induced hypertension (PIH).
Preeklampsia cenderung terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau bisa juga muncul pada trimester kedua (di atas 20 minggu). Setiap ibu hamil memiliki kemungkinan untuk mengalami preeklampsia.
Pre-eklampsia timbul akibat kehamilan dan berakhir setelah terminasi kehamilan. Adapun fenomena yang berkaitan dengan kelainan pre-eklampsia ini adalah: hanya terjadi pada wanita hamil, kelainan sering terjadi pada primigravida, terkait dengan geografis/demografis/ etnis, mother-inherited, tidak sesuai mendelian sederhana, kelainan dapat terjadi berulang pada 17% kasus dan dapat terjadi dengan derajat klinis berbeda-beda, serta kelainan bersifat sistemik. Sampai saat ini preeklampsia masih merupakan penyulit utama dalam kehamilan, serta menjadi penyebab utama pula kematian dan kesakitan maternal maupun perinatal di Indonesia.
B. Pembagian Pre Eklamsia
1. Pre eklamsia Ringan
Adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Diagnosis :
Diagnosis pre eklamsi ringan di tegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
• Hipertensi : sistolik / diastolic ≥ 140/90 mmHg.
• Proteinuria : ≥ 300 mg / 24 jam
• Edema : edema local tidak dimasukan dalam criteria pre eklamsi, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

2. Pre Eklamsia Berat
Adalah pre eklamsia dengan tekanan darah sistolik lebih dari ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 gr / 24 jam.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasar criteria pre eklamsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini :
• Sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolic ≥ 110 mmHg
• Proteinuria lebih 5 gr / 24 jam
• Oliguria
• Kenaikan kadar kreatinin plasma
• Gangguan fisus dan serebral
• Nyeri epigastrium
• Edema paru-paru dan sianosis
• Hemolisis mikroangiopatik
• Trombositopenia berat
• Gangguan fungsi hepar
• Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
• Sindrom HELLP
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui.
Penyebab lain yang diperkirakan terjadi, adalah :
- Kelainan aliran darah menuju rahim.
- Kerusakan pembuluh darah.
- Masalah dengan sistim ketahanan tubuh.
- Diet atau konsumsi makanan yang salah.
Namun jika tidak ditangani secara tepat dan cepat, preeklamsia akan segera berubah menjadi eklamsia yang berakibat fatal pada bayi dan ibu, yaitu infeksi dan perdarahan yang menyebabkan kematian. Maka pencegahan yang bisa dilakukan adalah memastikan pemeriksaan rutin setiap bulan agar perkembangan berat badan serta tekanan darah ibu dapat terpantau secara baik.
3. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
D. Gejala
 Preeklamsia ringan: Tekanan darah yang tinggi, retensi air, protein dalam urin
 Preeklamsia berat: sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, tidak dapat melihat cahaya yang terang, kelelahan, nyeri di daerah epigastrium, mual/muntah, sedikit buang air kecil (BAK), sakit di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung mudah cedera. Segera hubungi dokter bila mengalami pandangan kabur, sakit kepala yang parah, sakit di bagian perut, dan/atau jarang sekali BAK.
Secara klinis, gejala-gejala preeklamsia adalah:
1. Peningkatan tekanan darah. Sebagai patokan digunakan batasan tekanan darah lebih dari 130/90 mmHg.
2. Terjadi pembengkakan di daerah kaki dan tungkai. Pada kondisi yang lebih berat pembengkakan terjadi di seluruh tubuh. Pembengkakan ini terjadi akibat pembuluh kapiler bocor, sehingga air yang merupakan bagian sel merembes dan masuk ke dalam jaringan tubuh dan tertimbun di bagian tertentu.
3. Kadar protein tinggi dalam urin karena gangguan ginjal. Gejala preeklampsia ringan menunjukkan angka kadar protein urin yang tinggi, yaitu lebih dari 500 mg per 24 jam.
4. Kenaikan berat badan lebih dari 1,36 kg setiap minggu selama trimester kedua, dan lebih dari 0,45 kg setiap minggu pada trimester ketiga.
E. Faktor Risiko
Ada beberapa kondisi yang meningkatkan risiko preeklamsia, antara lain:
a. Sejarah preklamsia
Ibu hamil dengan sejarah keluarga ,seperti ibu atau saudara perempuannya pernah mengalami preeklamsia akan meningkatkan risiko ikut terkena. Risiko preeklamsia juga meningkat jika pada kehamilan sebelumnya si ibu mengalami preeklamsia.
b. Kehamilan pertama
Di kehamilan pertama, risiko mengalami preeklamsia jauh lebih tinggi.
c. Usia
Ibu hamil pertama di bawah usia 20 tahun atau usia remaja dan ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita preklamsia.
d. Obesitas
Preeklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas.
e. Kehamilan kembar
Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko preeklamsia.
f. Kehamilan dengan diabetes.
Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki risiko preeklamsia seiring perkembangan
kehamilan.
g. Sejarah hipertensi.
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia.
F. Pemeriksaan dan Tes Diagnostik

 Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
 Tes laboratorium dasar
 Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi). Pemeriksaan sel darah juga dilakukan, untuk mengetahui adanya kemungkinan sel yang menghambat aliran darah.
 Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya). Pemeriksaan fungsi ginjal (ureumdankreatinin). Uji untuk meramalkan hipertensi Roll Over test Pemberian infus angiotensin II.
Juga dilakukan beberapa tes, termasuk diantaranya:
Fungsi pembekuan darah, pemeriksaan dengan USG untuk melihat pertumbuhan janin, dan pemindaian dengan alat Doppler untuk mengukur efisiensi aliran darah ke plasenta. Dan dianjurkan untuk melakukan tes stres janin untuk mengetahui janin tetap memperoleh pasokan oksigen dan makanan yang cukup dengan mengukur pergerakan bayi dan denyut jantung bayi.
G. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi lainnya adalah :
1. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta
Preeklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir dengan berat kurang.
2. Lepasnya plasenta
Preeklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir, sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi maupun ibunya.
3. Sindrom HELLP
HELLP adalah singkatan dari Hemolyssi (perusakan sel darah merah), Elevated liver enzym dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah). Gejalanya, pening dan muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.
4. Eklamsia
Jika preklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia dapat mengakibatkan kerusakan permanen organ tubuh ibu, seperti otak, hati atau ginjal. Eklamsia berat menyebabkan ibu mengalami koma, kerusakan otak bahkan berujung pada kematian janin maupun ibunya.
5. Komplikasi lain
• Solusio plasenta, biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut.
• Hipofibrinogenemia.
• Hemolisis.
• Perdarahan otak. Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
• Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
• Eedema paru-paru. hal ini disebabkan karena payah jantung.
• Nekrosis hati. nekrosis periportal hati merupakan akibat vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
• Kelainan ginjal. kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
• Komplikasi lain. lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation).
• Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin
H. TERAPI & PENYELAMATAN
Satu-satunya obat yang manjur adalah dengan mempercepat persalinan, tapi pada preeklamsi di awal kehamilan, yang bisa dilakukan adalah:
• Bedrest
Mengulur waktu kelahiran bayi dengan istirahat total agar tekanan darah turun dan meningkatkan aliran darah menuju plasenta, agar bayi dapat bertahan. Anda diharuskan berbaring total dan hanya diperbolehkan duduk atau berdiri jika memang benar-benar diperlukan. Tekanan darah dan kadar protein urin akan dimonitor secara ketat. Jika preeklamsia sudah parah, kemungkinan Anda diminta beristirahat di rumah sakit sambil melakukan test stres janin untuk memonitor perkembangan janin.
• Obat hipertensi.
Dokter dapat merekomendasikan pemakaian obat penurun tekanan darah. Pada preklamsia parah dan sindroma HELLP, obat costicosteroid dapat memperbaiki fungsi hati dan sel darah. Obat ini juga dapat membantu paru-paru bayi tumbuh bila harus terjadi kelahiran prematur.
• Melahirkan.
Ini adalah cara terakhir mengatasi preeklamsia. Pada preklamsia akut/parah, dokter akan menganjurkan kelahiran prematur untuk mencegah yang terburuk. Kelahiran ini juga diperlukan kondisi minimal, seperti kesiapan tubuh ibu dan kondisi janin.
I. PENCEGAHAN
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-eclamsia lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat dan terapi yang tepat untuk ibu dan janinnya. Dan dalam waktu itu harus dilakukan penanganan semestinya.
Walaupun pencegahan tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensi dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
Berikan penerangan tentang :
 Manfaat istirahat dan tidur, ketenangan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.
 Minum 6-8 gelas air sehari
 Olahraga yang cukup
 Serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein
 Hindari makanan yang digoreng dan junkfood, minum alkohol, berkafein, juga
 Menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
 Mengkonsumsi multivitamin yang mengandung asm folat dan suplemen nutrisi
 Mengkonsumsi makanan berserat
Tujuan utama penanganan ialah mencegah terjadinya pre-eklampsia berat, mencegah terjadinya eklampsia maupun komplikasi yang dapat terjadi, melahirkan janin hidup dengan trauma yang sekecil-kecilnya.
J. PENATALAKSANAAN PREKLAMSIA
 Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan
1. dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2. tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg).
3. istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari)
4. pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5. pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6. bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi : metildopa 3x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
7. diet rendah garam dan diuretik TIDAK PERLU
8. jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9. indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
10. jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11. pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12. persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
 Penatalaksanaan pre-eklampsia berat

Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal.
Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.
Prinsip : Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi.
1. Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah kamar bersalin. Tidak harus ruangan gelap.
Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini :
- ada tanda-tanda impending eklampsia
- ada HELLP syndrome
- ada kegagalan penanganan konservatif
- ada tanda-tanda gawat janin atau IUGR
- usia kehamilan 35 minggu atau lebih

(Prof.Gul : 34 minggu berani terminasi. Pernah ada kasus 31 minggu, berhasil, kerjasama dengan perinatologi, bayi masuk inkubator dan NICU)
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit).
Syarat pemberian MgSO4 : - frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit - tidak ada tanda-tanda gawat napas - diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya - refleks patella positif.
MgSO4 dihentikan bila : - ada tanda-tanda intoksikasi - atau setelah 24 jam pasca persalinan - atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata.
Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3 menit).
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.
Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.




4. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan pembedahanKemungkinan dibuktikan oleh :Melaporkan nyeri, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara ; prilaku melindungi/distraks, wajah menahan nyeri
.Hasil yang diharapkan :
 Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat.
 Mengungkapkan berkurangnyer nyeri, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat
.Rencana tindakan :
IntervensiRasionalMandir
1. Tentukan karakteristik dan loka-si ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal serta meringis, kaku dan gera-kan melindungi atau terbatas.
2. Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab, ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.
3. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan prilaku.
4. Lakukan latihan nafas dalam dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik.
5. Ubah posisi klien, kurangi rang-sangan yang berbahaya dan berikan gosokan punggung. An-jurkan penggunaan teknik per-nafasan dan relaksasi dan distraksi.
6. Pemberian analgetik sesuai indi-kasi.

RASIONAL:

1. Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyama-nan secara langsung, membedakan karakteristik khusus dari nyeri mem-bantu membeda-an nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi.
2. Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkena-an dengan
ansietas dan ketakutan ka-rena ketidaktahuan dan memberikan rasa control
3. Pada banyak klien, nyeri dapat me-nyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat. Analgetik dapat menurun-kan TD.
4. Nafas dalam meningkatkan upaya per-nafasan. Pembebatan menurunkan re-gangan dan ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyama-nan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronkhi terganggu.
5. Relaksasi otot, dan mengalihkan per-hatian dari sensasi nyeri. Meningkat-kan kenyamanan, dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, me-ningkatkan rasa sejahtera.
6. Meningkatkan kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis dan meningkatkan mobilitas.

3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi.Kemungkinan dibuktikan oleh ketegangan, keprihatinan, perasaan yang tidak adekuat, stimulasi simpatik, tidak dapat tidur.
Hasil yang diharapkan :
 Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas, mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas,
 melaporkan bahwa ansietas sudah menurun pada tingkat yangdapat diatasi, kelihatan rileks dan dapat tidur/istirahat.
IntervensiRasionalMandiri
1. Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan.
2. Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah. Men-dorong klien untuk mengung-kapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Memberi-kan informasi sehubungan de-ngan normalnya perasaan terse-but
.3. Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkem-bangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
4. Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi.
5. Mulai kontak antara klien/pasa-ngan dengan bayi sesegera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU).
RASIONAL:
1.Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan ma-salah.
2.Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan/menjadi orang tua.
3.Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peranan baru; mengurangi perasaan ansietas.
4.Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpa-haman dapat meningkatkan tingkat ansietas.
5.Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi.

5. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situasi (misalnya tidak berdaya, malu/bersalah).

 Hasil yang diharapkan :Mendiskusikan masalah sehubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan.
 Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini.Mengekspresikan harapan diri yang positif

Rencana tindakan :IntervensiRasiona

1. Tentukan respon emosional klien/pasangan terhadap kelahi-ran sesaria
2. Tinjau ulang partisipasi klien/ pasangan dan peran dalam me-ngalami kelahiran. identifikasi perilaku positif selama proses pranatal dan antenatal.
3. Tekankan kemiripan antara ke-lahiran sesaria dan vagina. Sam-paikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria dan atur pera-watan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada klien setelah ke-lahiran vagina.

Kolaborasi :
4.Rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila reaksi maladaptif.

RASIONAL:

1. Kedua anggota pasanga mungkin me-ngalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesaria. Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap harga diri klien, mem buat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai wanita. Ayah atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir pada kelahiran sesaria, dapat merasa bahwa ia menolak pasangan-nya dan tidak memenuhi peran yang diantisipasinya sebagai pendukung emosional selama proses kelahiran.
2. Respon berduka dapat berkurang apa-bila ibu dan ayah mampu saling ber-bagi akan pengalaman kelahiran. memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk membantu mere-ka memandang kehamilan dalam tota-litasnya dan melihat bahwa tindakan mereka sudah bermakna terhadap ha-sil yang optimal. Dapat membantu menghindari rasa bersalah/mempersa-lahkan.
3. Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap profesional. Perawatan se-rupa adalah pilihan yang dapat diterima disamping kelahiran vagina.
4. Klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih lanjut.


6. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (misalnya hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia)Kemungkinan dibuktikan oleh adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.

 Hasil yang diharapkan :Mendomostrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor risiko dan/atau perlindungan diri.
 Bebas dari komplikasI

Rencana tindakan :
IntervensiRasionalMandiri

1. Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap faktor yang mempredisposisi klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah ope-ratif.
2 .Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah, nadi lemah. Perubahan prilaku, per-lambatan pengisian kapiler atau sianosis.
3. Inspeksi balutan terhadap per-darahan berlebihan.
4. Bantu klien pada ambulasi awal. beri supervisi yang ade-kuat dalam hal mandi dan rendam duduk.
5. Anjurkan latihan kaki/pergela-ngan kaki dan ambulasi dini.
Kolaborasi
6. Berikan MgSO4 sesuai indikasi
7. Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila risiko atau gejala plebitis ada.

RASIONAL:

1. Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus berlebihan, stimulasi oksitosin lama, tromboflebitis pranatal memungkin-kan klien lebih rentan terhadap kom-plikasi pasca operasi.
2. Tekanan darah yang tinggi dapat me-nandakan terjadinya atau berlanjut-nya hipertensi, memerlukan magne-sium sulfat (MgSO4) atau pengobat-an antihipertensif lain. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehid-rasi dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi telah menurun 35-50%, dimana tanda vasokonstriksi mung-kin terlihat.
3. Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan; namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat me-nunjukkan terjadinya komplikasi
4. Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri, atau mungkin sebagai aki-bat dari vasodilatasi, karena panas dari rendam duduk tersebut
.5. Meningkatkan aliran balik vena, mencegah statis/penumpukan pada ekstremitas bawah, menurunkan resiko plebitis.
6. MEmbantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau ek-lapmsia.
7. Menurunkan statis vena, meningkat-kan risiko terhadap pembentukan trombus.


7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan.Tanda dan gejala tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.
Hasil yang diharapkan :
 Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko-risiko dan/atau meningkatkan penyembuhan.
 Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lokhia normal.
 Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius, dan urine jernih kuning pucat.
Rencana tindakan :IntervensiRasional

1 .Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas ko-toran, pembalut perineal.
2. Bersihkan luka dan ganti balut-an bila basah.
3. Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan ke-merahan, edema, nyeri, eksu-dat atau gangguan penyatuan.
4. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.
Kolaborasi :
5. Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang ter-identifikasi.



RASIONAL:
1. Membantu mencegah atau membata-si penyebaran infeksi.
2. Lingkungan lembab merupakan me-dia paling baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berpindah me-lalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka.
3. Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh strep-tokokus, stapilokokus atau spesies pseudomonas.
4. Demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,30 C dalam 24 jam pertama sangat mengindikasikan infeksi, peningkatan sampai 380 C pada hari kedua dalam 10 hari pertama pascapartum.
5. Perlu untuk mematikan mikroorga-nisme.


8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgetik, atau anastesi).Kemungkinan dibuktikan oleh laporan rasa penuh abdomen/rektal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari biasanya, mengejan saat defekasi, penurunan bising usus.
Hasil yang diharapkan klien akan :
 Mendemostrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus.
 Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pasca partum.

Rencana tindakanIntervensiRasionalMandiri

1 .Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
2. Anjurkan cairan oral yang ade-kuat (misalnya 6 – 8 gelas/hari) bila masukan oral sudah mulai kembali.
3. Anjurkan latihan kaki dan pe-ngencangan abdominal, ting-katkan ambulasi dini.
4 .Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi.
5 .Berikan pelunak faeces.
RASIONAL:
1. Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
2 .Makanan kasar (misalnya buah dan sayuran, khususnya dengan kulit dan bijinya) dan meningkatkan cairan yang merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi defekasi.
3. Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki mo-tilitas abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan pristal-tik dan pengeluaran gas, dan meng-hilangkan atau mencegah nyeri kare-na gas.
4. Memudahkan kemampuan untuk ambulasi, dapat menurunkan aktivi-tas usus.
5 .Melunakkan faeces, merangsang pe-ristaltik dan membantu mengembali-kan fungsi usus.


9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi.Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidakadekuatan melakukan aktivitas-aktivitas, ketidaktepatan perilaku (misalnya; apatis).
Hasil yang diharapkan
 Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu.
 Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan.


Rencana tindakanIntervensi:

1.Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien atau pasangan dalam mengi-dentifikasi kebutuhan-kebutuh-an.
2.Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu.
3.Berikan informasi yang berhubungan dengan perubah-an fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan kebutuh-an-kebutuhan berkenaan de-ngan post partum.
4.Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan.

RASIONAL:

1. Periode pascapartum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk mem-bantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. Namun, klien membutuhkan waktu untuk bergerak dari fase “mengam-bil” sampai fase “menahan” yang penerimaan dan kesiapannya diting-katkan dan ia secara emosi dan fisik siap untuk mempelajari informasi baru untuk memudahkan penguasaan peran barunya.
2. Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sen-diri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran atau masalah-masalah berkenaan dengan perpisa-hannya dari anak dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar dan kesiapan klien
.3. Membantu klien mengenali perubah-an normal dari respons-respons abnormal yang memerlukan tindakan status emosional klien mungkin ka-dang-kadang labil pada waktu ini sering dipengaruhi oleh kesejahtera-an fisik. Antisipasi perubahan ini dapat menurunkan stress berkenaan dengan transisi periode ini yang me-merlukan pembelajaran peran baru dan pelaksanaan tanggung jawab baru
.4 .Program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (kira-kira 3-4 minggu pasca partum). Memban-tu tonus-tonus otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkat-kan perasaan kesejahteraan umum.


10. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanisKemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengisian/distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/frekuensi berkemih

.Hasil yang diharapkan :
 Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah pengangkatan kateter.Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
Rencana tindakanIntervensi

1.Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urin.
2.Berikan cairan per-oral. Misal-nya 6 – 8 gelas perhati, bila te-pat.
3.Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) misal warna keruh, bau busuk) setelah pengangkatan kateter.
4.Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembe-dahan, sesuai indikasi. Tingkat-kan jumlah cairan infus bila haluaran 30 ml/jam atau kurang.

RASIONAL

1.Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan kele-bihan cairan, atau efek-efek antidiu-retik dan infus oksitosin.
2.Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal,dan membantu mence-gah spasis kandung kemih.
3.Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK
4.Biasanya 3 liter cairan, meliputi larutan RL, adekuat untuk menggan-tikan kehilangan dan mempertahan-kan aliran ginjal/haluaran urine.


11. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahananKemungkinan dibuktikan oleh pengungkapan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan.
Hasil yang diharapkan :
o Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri.
o Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

Rencana tindakanIntervensiRasional
1.Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pasca spinal.
2.Kaji status psikologis klien
3.Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki.
4.Kolaborasi dalam pemberian analgesik setiap 3 – 4 jam sesuai kebutuhan.
RASIONAL
1.Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebu-tuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi. Sakit kepala berat dihu-bungkan dengan posisi tegak memer-lukan modifikasi aktivitas-aktivitas dan bantuan tambahan untuk meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
2.Pengalaman nyeri fisik mungkin di-sertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi.
3.Membantu mencegah komplikasi bedah seperti plebitis atau pneumo-nia yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien.
4.Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.


SUMBER:
Depkes, RI, Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, (Perawatan III), Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, 1990.
Doenges, ME dan Moorhouse, MF, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, Jakarta, EGC, 2001.
Hamilton, MP, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC, 1995.
Mansjor A, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aeusculapius, 1999.
Mochtar Rusta, Sinopsis Obstetri, Jilid 1 dan Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998.
Prawirohardjo S, Ilmu Kebidanan dan Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, 1999.
Prawirohardjo S, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

Saturday, June 5, 2010

agenda baru BEM STIKES MANDALA WALUYA

wow,.....tambah panas saja saya rasa kampusku.....tapi jangan salah kira dulu, yang panas tu suasana politik,....ha.ha.ha......persaingan antar bakal calon ketua BEM sangat terasa....tetap peace na bero. demi kemajuan kampusnya kita........semangat.

komentar

Widget Recent Comments by dedy ari pebriana